Arsip Kategori: Sains

Kenali 17 Tabel Emosi pada Skala Hawkins

Tabel emosi pada Skala Hawkins? Apakah itu? Bagi sebagian orang, hal ini bukanlah sesuatu yang menarik, tetapi untuk saya yang suka dengan topik yang berhubungan dengan sains, otak, pikiran, dan emosi, selalu ada keinginan untuk lebih jauh lagi belajar tentang hal seperti ini.

Ceritanya, beberapa hari lalu saya menemukan artikel dan video dari seorang ulama kita, yaitu K.H. Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym yang menyampaikan pesannya saat masih dalam masa penyembuhan virus Corona yang memapar beliau.

Aa Gym menyebutkan, dari buku yang beliau baca, virus semacam Corona memiliki frekuensi 5,5 Hz. Agar tubuh kita tidak terpapar virus, atau tidak bertambah buruk kondisinya jika sudah telanjur kena virus, usahakan kondisi tubuh berada pada frekuensi lebih tinggi daripada frekuensi virus. Semakin tinggi getaran tubuh kita, semakin mudah tubuh melakukan penyembuhan alami terhadap suatu penyakit. 

Nah, buku yang beliau baca itu berjudul Power vs Force karya David R. Hawkins. Meskipun nama David R. Hawkins, M.D., Ph.D. sudah pernah saya dengar sebelumnya sebagai seorang ahli di bidang psikologi–lebih tepatnya lagi beliau adalah seorang psikiater, dokter, sekaligus peneliti dan dosen, tetapi saya belum pernah mencari referensi secara langsung terkait bukunya yang populer ini, Power vs Force: An Anatomy of Consciousness, The Hidden Determinants of Human Behavior. Ternyata, buku best seller ini merupakan hasil riset Hawkins selama 20 tahun tentang level atau tingkat kesadaran diri manusia yang berhubungan dengan emosi yang dihasikan.

Bingung enggak sih baca kalimat saya? Heheheee…. semoga enggak, ya. Ngomongin hal yang bersifat kejiwaan gini kadang harus pakai bahasa yang enak agar mudah dimengerti. Setuju, enggak? 😀

Apa Pentingnya Memahami Tingkatan Emosi Sendiri?

Menurut KBBI, emosi adalah keadaan dan reaksi psikologis (berhubungan dengan kejiwaan) dan fisiologis (berhubungan dengan organ, jaringan, atau sel makhluk hidup). Emosi juga dapat diartikan sebagai luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat. 

Apa pentingnya mengetahui tingkat emosi dalam diri kita sendiri?

1. Sebagai fondasi agar diri sendiri tetap stabil menghadapi hal-hal tak terduga dalam hidup

Bukan berarti sebagai manusia kita enggak boleh sedih, lo, ya. Sedih dan terluka atau kecewa itu manusiawi, tetapi dengan memiliki kecerdasan emosi yang baik, sedih dan kecewanya itu ada batasannya, enggak perlu merembet ke mana-mana, apalagi sampai pada tahap kehilangan kemampuan mengontrol diri. Kita mampu memberi batas waktu, “Tiga bulan setelah ini, aku harus mulai tersenyum.” Atau, “Cukup 6 bulan pertama aja sedihnya. Setelah itu, move on!”

2. Memiliki lingkungan pergaulan yang sama frekuensinya

Teman-teman pasti pernah mendengar ungkapan “Berteman dengan penjual parfum, kita ikut tepercik wanginya. Bergaul dengan pandai besi, kita terkena percikan apinya”. Ini memang berlaku dalam pergaulan sesungguhnya. Bahkan, Rasulullah saw. bersabda,

“Roh itu seperti pasukan yang berkelompok. Yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun yang tidak saling mengenal akan berselisih.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Dengan menjaga diri agar selalu berada dalam kontrol emosi dan kesadaran yang baik, artinya kita sedang mengundang segala hal yang baik untuk mendekat kepada kita. Otomatis, seperti hadis tadi, semua yang tidak selevel akan terpisah dengan sendirinya. Inilah hukum alam yang sesungguhnya karena saya pun sering mengalaminya.

Alhamdulillah, setelah mengalami masa-masa sulit, Allah begitu baik mempertemukan saya dengan orang-orang yang selalu menjadi wasilah (jalan kebaikan) agar saya selalu memperbaiki diri. *duhh, maaf jadi curhatttt 😀

Yuk, lanjut lagi!

Tabel Emosi pada Manusia Berdasarkan Skala Hawkins  

Ada 17 tingkatan alias tabel emosi yang ada pada Skala Hawkins, lengkap dengan nilainya masing-masing. Semakin besar nilainya, semakin tinggi pula tingkat kesadaran emosi yang dimiliki individu tersebut.

Oya, tabel emosi pada Skala Hawkins ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu force (getaran negatif) dan power (getaran positif).

Force => berada pada angka rendah, mulai 20 hingga 175.

Power => berada di level 200 sampai 1000.

Kamu enggak sabar dan pengen tahu apa aja sih 17 tabel emosi itu? Yuk, cekidot!

tabel emosi skala hawkins
Sumber gambar: Pinterest/Google.co.uk

Force (Skala 20 sampai 175 pada Tabel Emosi Skala Hawkins)

  • Rasa Malu (nilai 1-20) =>  rendah diri, kurangnya penghargaan terhadap diri. 
  • Bersalah (nilai 30) =>  suka menyalahkan lingkungan, tidak bisa memaafkan diri sendiri.
  • Apatis (nilai 50) =>  putus asa, tak berdaya.
  • Kesedihan (nilai 75) =>  sering menyesali peristiwa yang terjadi, merasa kehilangan.
  • Takut (nilai 100) => selalu merasa cemas dan dihantui perasaan tidak tenang.
  • Keinginan (nilai 125) =>  memiliki hasrat berlebih dan terobsesi terlalu kuat. Dapat menimbulkan depresi jika mengalami kekecewaan.
  • Marah (nilai 150) =>  emosi ini bisa menimbulkan dendam dan kebencian.
  • Bangga (nilai 175) =>  sombong dan terlalu bangga dengan apa yang dimiliki.

Power (Skala 200 sampai 1000 pada Tabel Emosi Skala Hawkins)

Pada skala nilai 200 ke atas ini, getaran negatif (force) mulai berangsur membaik ke tingkat yang positif (power). 

  • Berani (nilai 200) =>  memiliki kekuatan untuk melawan ketidakberdayaan.
  • Netral (nilai 250) =>  merasa rileks, santai, dan lebih percaya diri . 
  • Kemauan (nilai 310) =>  mulai muncul keinginan menjadi lebih baik dan berkomitmen.
  • Penerimaan (nilai 350) =>  menerima kondisi, bersyukur, dan menyadari kebahagiaan berasal dari diri sendiri. 
  • Memiliki Akal/Berpikir (nilai 400) =>  mampu berpikir rasional dan memahami kondisi.
  • Cinta (nilai 500) =>  punya rasa empati, kasih sayang, dan welas asih tanpa batas.
  • Suka Cita (nilai 540) =>  dimaknai dengan ketenangan yang luar biasa pada seorang individu. 
  • Kedamaian (nilai 600) =>  memiliki kebahagiaan yang luar biasa.
  • Pencerahan (700-1000) =>  tingkat emosi tertinggi yang hanya dimiliki oleh para nabi dan rasul. Mereka yang berada pada level ini memiliki kemampuan untuk memengaruhi dan membantu individu di tingkat emosi lebih rendah agar dapat memperbaiki diri dengan kelebihan (mukjizat) yang mereka terima dari Zat tertinggi.

Teman-teman yang muslim sendiri dapat berkaca dari perilaku lemah lembut Rasulullah saw. yang dikisahkan dalam suatu riwayat, begitu sabar dan telaten menyuapi seorang Yahudi tua dan buta yang kerap kali menghina Rasulullah. Sifat welas asih ini dilakukan Rasulullah saw. hingga akhir kehidupan beliau dan si Yahudi buta baru menyadari bahwa orang yang ia benci ternyata selalu menyuapinya setiap pagi. Masya Allah.

Kisah ini menjadi pengingat bagi saya untuk selalu memperbaiki diri di tingkat energi power, meskipun kadang, energi force juga muncul sesekali mencari kesempatan dalam kesempitan. Sampai saat ini, saya masih berada di level penerimaan. Adakalanya pada saat tertentu turun ke level yang lebih rendah. Setidaknya, dengan mengetahui berada di tingkatan mana, kita dapat melakukan pengendalian diri agar tidak jatuh ke skala energi force.

Lalu, bagaimana caranya meningkatkan getaran positif di dalam tubuh kita?

Cara Meningkatkan Energi Positif dalam Diri

Apaaa? Pakai susuk dan pelet? Enggaklahhh yawww … 😀 Jauh-jauh deh dari hal begituan. Hikss …. Sama-sama berdoa saja ya agar Allah selalu rida dengan diri kita. Ridanya Allah adalah jalan bagi kita untuk mencapai ketenangan dan keberkahan di dalam hidup.

Berdasarkan pada pengalaman pribadi dan teori yang saya pelajari, ada beberapa tips yang saya lakukan agar kondisi emosi menjadi stabil dan pikiran lebih rileks sehingga energi positif dapat mengalir lebih banyak lagi.

1. Bagi muslim/muslimat seperti saya, bacalah Al-Qur’an dengan mengeluarkan suara agar getarannya menaikkan frekuensi ruangan di sekeliling kita. Hidup pada ruangan dan lingkungan yang energinya baik itu sangat penting karena berpengaruh pada hidup kita sehari-hari.

2. Menulis tangan di buku atau kertas secara rutin tentang hal-hal baik yang kita inginkan terjadi di dalam kehidupan. Buatlah daftar apa saja yang ingin diwujudkan dan tulislah secara berulang setiap hari agar masuk ke pikiran bawah sadar. Percayalah, pikiran kita akan bekerja mencari jalan untuk mewujudkan hal baik tersebut.

3. Mulai melakukan decluttering alias membereskan barang-barang di rumah yang sudah tidak terpakai lagi. Entah disumbangkan kepada yang membutuhkan, dibuang, atau dijual lagi, yang penting sediakan ruang baru agar sesuatu yang baru juga dapat masuk ke dalam rumah kita. Kalau soal ini jadi PR banget buat saya karena termasuk penyayang barang-barang lama, apalagi kalau ada nilai historisnya. *tepok jidat

Oya, decluttering ini bukan hanya untuk barang di rumah aja, ya, tetapi juga berlaku pada pikiran. Artinya, semua hal yang menumpuk di pikiran kita juga sebaiknya sedikit demi sedikit mulai dibersihkan dan dinetralkan. Pikirlah sesuatu yang perlu dan penting saja agar otak juga memiliki banyak kapasitas untuk menampung tugas berikutnya. 🙂

4. Olahraga juga dapat meningkatkan energi positif dan menghasilkan hormon endorfin. Tahu ‘kan hormon endorfin? Hormon ini adalah hormon bahagia yang mampu menghilangkan stres dan mengurangi rasa sakit. Males olahraga yang berat-berat? Samaaa … saya cuma jalan kaki aja, kok. Naik sepeda kadang-kadang , tapi kalau jalannya menanjak itu males banget, wkwkwk ….

5. Kalau mau, kamu bisa mulai belajar meditasi yang sederhana seperti yang saya lakukan 3 bulan terakhir ini. Enggak usah yang berat, cukup tafakur (berdiam diri) sejenak sekitar 10-15 menit sambil fokus kepada keluar-masuknya napas dari hidung. Boleh sambil istigfar, zikir, atau mengucapkan kalimat afirmasi positif di dalam hati. Meditasi ini manfaatnya sangat banyak untuk pengobatan berbagai macam penyakit dan menghasilkan hormon endorfin juga seperti aktivitas olahraga. Setelah berdiam diri sejenak, biasanya pikiran menjadi lebih rileks dan lebih tenang.

Itu dia beberapa hal yang saya lakukan untuk meningkatkan getaran positif di dalam tubuh sebagai imunitas alami agar selalu sehat, baik di masa pandemi maupun di waktu-waktu mendatang.

Mungkin pada awalnya terasa sulit, tetapi bukankah sesuatu yang baik memang butuh pembiasaan agar menjadi terbiasa?

Bagaimana dengan teman-teman? Setelah membaca tabel emosi pada Skala Hawkins di atas, berada di level manakah tingkat kesadaran emosimu? 

Baca Juga

tabel emosi skala hawkins