Tes Sidik Jari (Fingerprint Analysis), Akuratkah?

Wah, ternyata sudah lamaaaa banget enggak nulis tentang parenting di blog ini. Biasanya saya lebih suka cerita di media sosial untuk topik semacam ini, jarang banget pindahin curhatnya ke blog. πŸ˜€

Teman-Teman, semua pasti sepakat bahwa buah hati adalah anugerah bagi orang tua, sekaligus amanah yang harus kita jaga.
Saking sayangnya dengan anak, kita bahkan suka lupa bahwa sebenarnya orang tua hanya dititipi, tidak berhak memaksa mereka memilih apa yang kita mau.

Tugas orang tua adalah mengarahkan, membimbing, dan memberikan batasan-batasan sesuai norma agama dan masyarakat yang berlaku. Sisanya, terus berdoa dan berharap mereka selalu berada di jalan yang benar.

Sebegitu pentingnya peran kita sebagai orang tua dalam membimbing mereka, membuat saya selalu kepo dan bersemangat setiap kali mempelajari segala hal yang berhubungan dengan potensi dan bakat anak.

Bukan apa-apa, saya hanya takut jika terlalu egois memaksa anak mengikuti arus yang saya mau. Menuntut Lubna untuk begini, begitu, tanpa paham apa sebenarnya keinginannya dan seberapa besar kemampuannya. Apalagi lingkungan di sekitar kita saat ini cenderung memberi keleluasaan ke arah situ.

Zaman sekarang, banyak orang yang bekerja hanya berdasarkan tujuan mencari penghasilan semata. Mengejar materi, tanpa mampu menikmati rutinitas yang mereka lakukan setiap hari. Akibatnya, banyak yang merasa bosan dan tidak puas dengan diri dan lingkungannya.

Benar, dalam melakukan suatu pekerjaan mungkin tidak terlalu dibutuhkan yang namanya bakat. Yang penting ada kemauan dan usaha. Namun, lambat laun, jika pekerjaan itu dilakukan atas dasar rasa terpaksa, pasti akan menimbulkan kelelahan psikis dan fisik yang tidak terkira. Akibatnya, rawan terjadi stres, rasa tertekan, emosi yang terpendam, dsb.

Tentunya berbeda jika kita melakukan sesuatu atas dasar bakat dan minat yang disukai. Hasilnya bisa lebih maksimal karena ada rasa SUKA dan CINTA di dalamnya, tanpa ada rasa terpaksa.

Sama juga dengan bakat dan potensi pada anak. Jika bakat dan minat anak dapat kita temukan sedini mungkin, pastinya akan lebih baik. Kelak untuk ke depannya, orang tua tinggal menyelaraskan antara bakat yang sudah terdeteksi dengan minat dan keinginan yang buah hati kita sukai.

Tes bakat pertama yang dilakukan Lubna adalah tes sidik jari pada tahun 2016 lalu, saat menjelang lulus dari TKIT tempatnya belajar. Dilakukan kolektif di sekolah, tes ini belum terlalu lengkap. Hanya sekilas memberi gambaran bagian otak mana yang memiliki kecenderungan dalam diri seorang anak, kiri atau kanan, plus sedikit informasi mengenai kecenderungannya belajar, apakah audio (pendengaran), kinestetik (bergerak, sentuhan), atau visual (gambar, penglihatan).

tes sidik jari
Hasil tes sidik jari saat TK

Sewaktu masih TK, bakatnya belum terlalu tampak. Suka mewarnai seperti pada umumnya anak seumurnya, tapi itu pun enggak rapi banget. Kemampuan membaca juga masih sedang, belum terlalu lancar. Saya sendiri tidak terpikir sama sekali untuk memasukkan dia ke tempat les atau penunjang bakat anak pada umumnya, karena sekolahnya sudah full day. Biarlah dia istirahat di rumah setelah seharian eksplorasi di sekolah.

Perkembangannya mulai mengerucut dan makin terlihat setelah duduk di bangku SD. Mulai suka menggambar, tapi sudah tidak hobi mewarnai lagi. Gambarnya cenderung animasi dan polos, tanpa warna.

Kelas 2 SD, seiring perjalanan ibunya yang mulai menekuni dunia menulis di akhir tahun 2017, minat bacanya pun mulai tumbuh. Tergila-gila pada komik dan semua majalah/buku bergambar. Dari yang tadinya suka bermain game di smartphone, Alhamdulillah mulai berkurang dan beralih ke buku bacaan dan corat-corat. Tak terhitung borosnya kertas, buku tulis, dan bolpoin yang sudah habis dia gunakan. Ibunya kadang tak habis pikir dan sempat ngomel berkali-kali melihat keajaiban pemborosan kertas, buku tulis dan bolpoin ini. *maklummm … emak-emak πŸ˜€

Aku tak bisa hidup tanpa menggambar, Bu…” kata Lubna πŸ™‚

Tak bisa hidup tanpa menggambar, begitulah moto Lubna.

Namun, sejujurnya, ada satu kebingungan saya saat itu. Dia hobi menggambar dan cenderung berimajinasi tinggi secara visual, suka menulis dan bikin cerita. Bukankah itu otak kanan? Lalu, mengapa saat tes sidik jari waktu TK terdeteksinya justru cenderung otak kiri? Apakah ada kesalahan?

Nah, pertanyaan ini saya simpan dulu.

Selanjutnya … di hari-hari berikutnya, saya mulai intens ikut kelas online tentang parenting, mindset, dan self development,Β baik berbayar maupun free di tahun 2017. Saya bahkan tertarik mempelajari ilmu tentang analisis tulisan tangan (Grafologi) juga untuk menganalisis diri sendiri dan bakat anak, meskipun masih tahap basic banget. Akhirnya, saya memutuskan enggak lanjut ke tahap berikutnya karena ilmu ini membutuhkan ketelitian dan ketekunan yang sangat luarrr byasakkkkkk. πŸ˜€

Pernah suatu kali sehabis diminta mendeteksi tulisan beberapa orang teman, kepala saya langsung cenut-cenut karena memang butuh energi untuk memeriksanya. Rasanya lelahh banget menganalisis tulisan demi tulian. Mungkin karena saya belum terbiasa, ya, atau ilmunya belum tinggi, hihihiii ….

Namun, memang benar bahwa metode analisis tulisan tangan alias grafologi ini sangat akurat untuk mengetahui kondisi dan kepribadian seseorang. Bukan hanya segi fisik dan potensi yang terbaca, dalam hal kondisi psikis, apakah sedang bahagia atau ada masalah kejiwaan yang membuat tertekan, dan penyakit apa yang sedang diderita, semua akan terlihat melalui tulisan tangan kita.

Balik lagi, ya, ke topik tes sidik jari….

Beberapa hari yang lalu, ada penawaran dari bimbingan belajar tempat Lubna les (by the way busway, akhirnya Lubna mau juga ikut les karena dia kurang paham dengan pelajaran Matematika di sekolah. Kalau di tempat les katanya jadi paham karena mentor-nya enak, kwkwkwk … ).

Bimbel tersebut menawarkan tes sidik jari (fingerprint analysis) bagi siswa yang berminat mengetahui potensi, jurusan, dan bidang kerja yang setidaknya tepat dengan bakatnya. Duh, lagi-lagi … saya mulai kepo dan ingin membandingkan hasil tes saat Lubna TK dulu dengan hasil tes setelah Lubna duduk di kelas 3 SD ini. Apakah sama, atau ada perbedaan? Ya udah, dengan mantap, Lubna tes sidik jari lagi untuk kedua kalinya dengan pemaparan yang lebih detail dari sebelumnya.

Hasilnya?

Tes bakat
Hasil tes kelas 3 SD

Alhamdulillah, terjawab sudah semuanya. Sejauh ini hasilnya 90% akurat dengan fakta yang tersirat. πŸ˜€

Yup … ternyata Lubna memang dominan di hampir semua kecerdasan majemuk. Bukan hanya logika matematika dan bahasanya yang menonjol, tapi dalam hal imajinasi dan visual juga ternyata sangat menonjol. Ada keseimbangan antara otak kanan dan kiri di situ.

Saat TK dulu, yang terbaca otak kirinya. Dalam perkembangannya, otak kanan juga menonjol, saling bersinergis membentuk potensi yang cukup unik. Logika dan idealismenya yang tinggi membuatnya hobi ngeyel, kepo, dan berdebat dengan saya. Ini sudah jadi makanan sehari-hari sebagai ibunya, hehee ….

Hemmm… jadi geli sendiri setelah membaca hasilnya. Keinginannya memang keukeuh, kuat dan sangat butuh dihormati. *halahhh, Ndukkk….

Saya ingat ketika dia lulus TK dan akan masuk SD, Lubna ngotot memilih sendiri ingin sekolah di SDIT pilihannya. Akhirnya, dituruti, dengan janji, dia harus semangat dan konsekuen dengan pilihannya. Entah dia paham atau tidak saat itu karena usianya baru 7 tahun, yang jelas, Alhamdulillah, hingga saat ini dia tetap ceria dan bahagia bersekolah. Masya Allah tabarakallah ya, Nak…

tes potensi diri
Potensi jurusan pendidikan danΒ  bidang kerja yang cocok dengan bakat genetik anak

.

Eitsss…. tapi Ibu enggak akan membiarkan Lubna hidup dalam kebebasan tak berbatas. Semua tetap ada aturan dan normanya, lho, ya…” kata ibunya yang perfeksionis ini memberinya wejangan setelah melihat hasil tesnya beberapa hari lalu.

Ya … teknologi memang memudahkan kita selangkah lebih maju dalam berbagai hal, termasuk memahami bakat dan potensi setiap orang. Namun, jangan lupa bahwa tiap individu juga dikaruniai akal untuk terus berbenah diri menjadi pribadi yang positif.

Gunakanlah hasil tes potensi diri anak kita untuk lebih mengenali apa passion terpendam dalam dirinya yang mungkin selama ini tak terlihat. Jika sudah menemukannya, berikan motivasi pada buah hati untuk menggunakannya bukan hanya demi kepentingan materialistis semata, tapi juga demi kemanfaatan bagi orang banyak.

Ah, saya jadi pengenΒ  ikutan tes juga biar paham potensi diri yang sebenarnya πŸ™‚ Loh, bukannya udah tua, ya, Bu? Ngapain ikuttt? Hahahaaa…

Jangan patah semangat, dong, ah! Sidik jari dan potensi tak melihat usiamu berapa. Bukankah tak ada istilah terlambat dalam hal belajar? Apalagi belajar tentang diri sendiri.

Baca hasil tes sidik jari saya di artikel Tes Sidik Jari dan Tulisan Tangan.

Yuk, jangan pernah merasa lelah mengamati dirimu. Kenali terlebih dahulu diri kita dengan baik, sebelum akhirnya berusaha mengenali keluarga dan orang lain, lalu membantu mereka berkembang dalam kemanfaatan yang positif.

Barakallahu fiikum….

#SETIP_Day6
#SemingguTigaPostingan
#Estrilook

Spread the love

42 thoughts on “Tes Sidik Jari (Fingerprint Analysis), Akuratkah?”

  1. Mbaa, aku jadi pengin ikutan deh xixixi
    Kalau anakku saat ini masih 22 bulan
    Sejauh ini dia kinestetik
    Menurut pengamatan emakny sendiri
    Entah y nanti2 gimana
    Btw sukses buat kk lubna moga jd ilustrator handal aamiin

    Reply
  2. Finger primt analysis dsini blm ad.. Mau juga klo ad, anak saya yg kls 3, itu juha honi gambar ba, baca buku juga kuat. Tpi di math anak sy blm menonjol. Di bahasa sudah oke,
    Jadi penasaran juga nih 😊

    Reply
    • Diamati terus saja perkembangannya, mbak, jangan juga terlalu terpaku pada tes psikologi secara kaku. Yang penting anak bahagia melakukan aktivitasnya., ya πŸ™‚
      Sambil kita eksplor lagi mana yang benar-benar ia sukai dan sekaligus menjadi potensinya. Semoga sukses menjadi ibu terbaik bagi ananda ya mbak, barakallah

      Reply
  3. Saya pun mau ikutan deh hahaha… Jadi anak yang bermanfaat bagi agama, keluarga, dan sesama ya kakak Lubna.

    Buat bundanya, masih janji mau bacain tulisan saya lo hahahaha

    Reply
  4. Anakku jug pernah ikut tes seperti itu mbak dulu. Hanya saja sampai detik ini saya masih bingung belum bisa menentukan sebenarnya potensi dia yang harus dioptimalkan yang mana. Apa dibenarkan jika saya memfasilitasi kegiatan apapun yang dia mau saat ini?

    Reply
    • Klo saya pertama kali lihat potensi anaknya dlu, cenderung ke mana mba. Apakah suka teknologi, alam, ataukah cenderung ke seni & visual (musik, gambar, dll). Selama dia nyaman dan asyikΒ² saja berarti kita sebagai orang tua sudah berada di jalan yg brnar, insya Allah…

      Reply
  5. Aku ingin ikutan juga dong bun. Sebenarnya aku berpotensi bisnis ga yah? Abis semua wacana. Terus tiap kali jualan rugi mulu kalo kata suami. Kalo ga diutangin, ya harganya kemurahan wkwkw

    Reply
  6. Nanti kalau Julio udah besar aku Juga mau kasih dia test sidik jari. Dengan begitu kita juga tau bidang apa yg bisa dikembangkan dengan maksimal ya bun. Skrang Julionya masih 5 bulan tapi. Hehehehe

    Reply
  7. ini juga teman saha kemarin abis crita kalau anaknya abis tes sidik jari, masih 2 tahun dan hasilnya sepertinya akurat. seperti yang mbak lakukan juga, tes semacam ini sebetuonya hanya alat saja. konfirmasi ya tetep kita sendiri.

    Reply
  8. Sebelumnya anak-anak saya jarang ikutan tes, tapi trus dites sendiri sama om & tantenya, pakai STIFIN. Memang cukup membantu untuk mengenali potensi bakat mereka.
    Kira-kira samakah tes sidik jari ini dengan STIFIN ya, Mbak?

    Reply
    • Secara basic sama mbak, karena dasarnya adalah tekstur 10 sidik jarinya yg tidak akan berubah & unik untuk setiap orang.
      Stiffin mungkin lebih detil, karena ada penamaan khusus utk aneka jenis karakter individunya, macam Sensing, Thinking, dll. Tapi secara kinerja insya Allah sama.

      Reply
  9. Saya pengin ikutan tes-tes potensi begini, tapi belum ketemu di mana. Tes untu anak juga untuk diri saya sendiri.
    Dn barokah untuk lubna ya, Mbak. Semoga jadi anak yang sholehah dan berguna bagi sesamanya.

    Reply
    • Cukup akurat tes sidik jari ini, karena insya Allah didasarkan atas kecenderungan genetik individu.
      Untuk tulisan tangan yg berat bukan yg melakukan tes mba, tapi saya ini yg pusing karena dlu ikut pelatihan ilmu Grafologi kwkwkwk…
      Bagus juga kok analisa tulisan tangan, karena kondisi psikis juga akan terbaca πŸ™‚

      Reply
  10. tes di aku ajaaa kak, gratissss, pake metode terawangan indah, kwkwkw

    mmm btw, itu paragraf pertama begitu menohok, aku udah jarang update status di sosmed sekarang yaa, eksistensi sosmed pudar, huhuhhuuu

    Reply
  11. Teman lama saya ada yang jadi praktisi tes sidik jari, Bun. Tapi saya belum pernah ngetes anak saya, sih. Selama ini mengamati minat dan bakatnya saat belajar bareng.
    Alhamdulillah, di usianya yang jelang 12 tahun ini, minatnya semakin mengerucut. Bahkan jurusan kuliahnya udah nemu dari sekarang πŸ™‚

    Cerdas salihah selalu untuk Dek Lubna, ya

    Reply
  12. Baru tahu ada tes sidik jari sampai bisa menganalisa potensi belajar anak. Akurat nggak ya?

    Menurut saya, tes seperti ini perlu disikapi dengan bijak. Jangan sampai percaya 100% dengan hasil tes yang membuat kita, orang tua, memiliki stigma tertentu pada anak. Alih-alih memahami potensi anak, bisa-bisa kita terjebak melabel anak sesuai hasil tes.

    Hasil tes hanya menunjukkan profil si anak. Supaya kita, tahu pendekatan seperti apa perlu kita coba.

    Seperti kata Ayah Edi, setiap anak lahir dengan fitrahnya masing-masing. Tugas kita adalah membantunya memenuhi fitrahnya tersebut.

    Reply
    • Betul. Saya pun melakukan tes setelah paham dengan potensi anak seperti apa. Dan setelah dibandingkan, sejauh ini 90% akurat πŸ™‚
      Tapi tetap, saya mengedepankan minat anaknya sendiri bagaimana untuk ke depannya, bukan terpancang 100% pada hasil tes.

      Reply

Leave a Comment