Sejak kecil dahulu sebelum tinggal dan menetap di Yogyakarta, saya hanya mengenal 2 atau 3 nama candi yang ada di Indonesia, khususnya di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Candi Prambanan, Candi Borobudur, dan Candi Mendut adalah sedikit nama candi yang sempat saya hapal dan menetap di kepala hingga usia dewasa.
Siapa sangka, ketika akhirnya ditakdirkan menetap di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, ternyata kota kecamatan Kalasan ini identik sebagai wilayah yang memiliki banyak sekali cagar budaya Indonesia berupa bangunan candi. Di beberapa dusun kecil yang tersebar di 4 kelurahan (Purwomartani, Selomartani, Tirtomartani, dan Tamanmartani) ditemukan beberapa candi yang namanya mengikuti dusun tempat situs bersejarah tersebut ditemukan. Salah satu di antaranya adalah Candi Sambisari yang berada di tengah perkampungan penduduk di Dusun Sambisari, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, atau sekitar 12 kilometer ke arah timur dari pusat kota Yogyakarta.
Candi Sambisari ini setiap hari selalu saya lewati saat sedang mengantar atau menjemput anak, karena lokasi sekolah anak yang tidak terlalu jauh dari lokasi adanya candi. Uniknya, tidak seperti candi lain pada umumnya, candi ini berada di tengah-tengah perkampungan penduduk yang juga berbaur dengan lingkungan perumahan dan masih ada beberapa petak sawah tersisa di lingkungan candi, sehingga kesan pedesaan masih cukup terasa.
Berada di Bawah Tanah
Selain karena letaknya yang berada di tengah perkampungan penduduk, Candi Sambisari menjadi spesial karena posisi bangunannya yang berada lebih rendah daripada tanah yang kita pijak. Untuk mencapai lokasi candi, pengunjung harus menuruni beberapa anak tangga yang cukup curam terlebih dahulu dan sebaliknya, menaiki anak tangga itu kembali ketika telah selesai berkunjung.
Berdasarkan sejarahnya, candi Hindu ini dulunya dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dengan rajanya yang bernama Rakai Garung di abad ke-9. Letusan dahsyat gunung Merapi pada tahun 1006 kemudian mengakibatkan tertimbunnya candi ini oleh lahar abu vulkanik beserta beberapa prasasti dan peninggalan lainnya sedalam 6,5 meter di bawah permukaan tanah (Sumber: TribunJogja.com 13/7/2017).
Seorang petani bernama Karyowinangun kemudian secara tak sengaja menemukan candi ini pada bulan Juli tahun 1966 saat sedang mencangkul tanah. Selama kurang lebih 20 tahun sejak ditemukannya candi ini, beberapa arkeolog terus mengadakan penelitian dan penggalian hingga proses pemugaran selesai di tahun 1986.
Dikelilingi oleh Taman yang Asri dan Fasilitas Memadai
Meskipun berada di tengah perkampungan penduduk, pengunjung tak perlu khawatir lokasinya sempit atau kurang nyaman. Pihak pengelola telah membuat taman mungil yang asri di sekitar candi dan memberi pengaman pagar kawat di sekelilingnya untuk menjaga kenyamanan pengunjung. Kamu dapat bebas berjalan-jalan menghirup udara segar, mengambil foto, atau sekadar duduk-duduk saja di gazebo yang disediakan di halaman candi. Jika azan berkumandang, tak perlu pula khawatir, karena di area taman terdapat fasilitas toilet dan musala kecil yang bersih untuk pengunjung melakukan ibadah salat wajib.
Di komplek candi juga terdapat Ruang Informasi yang berfungsi layaknya museum mini. Di ruangan ini terdapat banyak informasi seputar candi dan beberapa foto zaman dahulu saat bangunan candi ini ditemukan. Sayangnya karena hari sudah menginjak sore dan menjelang senja, ruangan ini belum sempat saya kunjungi.
Deskripsi Candi Sambisari
Area di sekeliling bangunan candi dibagi menjadi 4 penjuru oleh pihak pengelola, yaitu sisi utara, sisi selatan, sisi timur dan sisi barat, di mana pada masing-masing sisi dilengkapi anak tangga curam yang akan mengantarkan kita ke bawah menuju bangunan utama candi.
Candi Sambisari sendiri terdiri dari 1 bangunan induk dan 3 candi pendamping yang dibangun tanpa memiliki atap. Setelah menaiki tangga candi induk, kamu akan menemukan pahatan arca pada 3 bagian sisinya, yaitu arca Dewi Durga Mahisasuramardini di sisi utara, arca Ganesha di sisi timur, dan arca Agastya di sisi bagian selatan. Rasanya tidak terlalu banyak pahatan arca yang dapat kamu temukan di candi ini jika dibandingkan dengan candi-candi lainnya. Tapi yang sungguh membuat berkesan adalah suasana sekitar candi yang nyaman dan dikelilingi oleh banyak tumbuhan dan pepohonan.
Oya, jika ingin mendapatkan hasil foto yang cantik, ada baiknya kamu berkunjung ke Candi Sambisari pada musim penghujan di mana rumput mulai tumbuh hijau dan lebat. Jika kamu berkunjung pada awal musim hujan dan akhir musim kemarau seperti saat ini, rumput di area candi belum tumbuh lebat dan masih tampak kering berwarna kekuningan, tidak begitu tampak saat difoto.
Kearifan Lokal di Sekitar Candi yang Mendukung Pelestarian Cagar Budaya Ini
Candi Sambisari nan asri ini dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk masuk ke lokasi ini, kamu harus membayar tiket masuk yang harganya sangat terjangkau, yaitu Rp 5.000,00 untuk wisatawan lokal dan Rp 10.000,00 untuk wisatawan asing.
Jika kamu adalah penduduk lokal sekitar Kecamatan Kalasan seperti saya, petugas akan mengizinkanmu masuk secara gratis alias cuma-cuma tanpa harus membayar tiketnya. Benarlah apa yang dikatakan oleh Lubna, gadis kecil saya. Lubna bercerita bahwa ada saat tertentu di mana sekolah dasar tempatnya belajar yang lokasinya hanya sekitar 1 kilometer dari Candi Sambisari kerap mengajak murid-muridnya ke candi ini untuk melakukan prosesi pengenalan alam sekitar, sekaligus mengenalkan sejarah cagar budaya ini kepada mereka. Tujuannya tentu saja agar generasi penerus dapat menghargai sekaligus menjaga warisan budaya hasil peradaban nenek moyangnya.
Beruntung sekali area di sekeliling Candi Sambisari sangat terawat dan diperhatikan. Di beberapa bagian candi saya temukan adanya himbauan untuk menjaga kelangsungan cagar budaya, seperti larangan memanjat pagar candi dan larangan memotret dengan menggunakan drone.
Keberadaan Candi Sambisari dan pesonanya bukan hanya mendatangkan pemasukan devisa bagi negara kita saja. Penduduk di sekitar candi juga mendapatkan peluang untuk memperbaiki kehidupan ekonomi mereka dengan membuka berbagai usaha di sekitar wilayah taman Candi Sambisari, mulai dari usaha kuliner, jasa parkir, maupun jasa homestay, laundry, dan usaha menguntungkan lainnya.
Candi Sambisari ini juga sering digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan rutin oleh penduduk sekitar, seperti misalnya, aktivitas olahraga senam masal setiap hari Minggu pagi di taman candi dan dilanjutkan adanya pasar tiban serta bazar makanan di hari yang sama.
Rasanya nilai-nilai kearifan lokal seperti ini patut dibudayakan dan dilestarikan. Melalui cara sedeerhana namun mengena ini diharapkan muncul rasa memiliki dari penduduk sekitar untuk turut serta menjaga dan bertanggung jawab terhadap keberadaan cagar budaya Candi Sambisari ini. Mereka dapat saling bersinergi dan merasa sama-sama membutuhkan.
Masyarakat membutuhkan objek wisata cagar budaya untuk membantu peningkatan perekonomian, sementara pihak pengelola cagar budaya juga merasa terbantu dengan adanya kesadaran masyarakat sekitar untuk turut melestarikan dan merawat peninggalan sejarah nenek moyang kita.
Nah, ternyata bukan hanya masyarakat di Dusun Sambisari yang dapat berkontribusi pada pelestarian dan perawatan cagar budaya Indonesia. Kamu juga bisa, lo, berkontribusi dalam pelestarian peninggalan sejarah banga kita. Salah satunya dengan mengikuti Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah ini. Yuk, baca ketentuannya dan segera berikan kontribusi terbaikmu, ya!
Beruntung ya Mba candinya sangat terawat jadi bisa menarik banyak pengunjung dan bisa membantu perekonomian masyarakat sekitar. Di dekat rumah saya juga ada salah satu candi tapi sayang kurang terawat, semoga bisa diperhatikan lagi oleh pemerintah seperti Candi Sambisari
Saya jadi kenal Candi Sambisari dari tulisan ini. Makasih Mbak Hastin sudah berbagi
Sama-sama mba Ane. Terima kasih sudah mampir 🙂
Wah…ulasan yang lengkap Mbak Hastin.. Saya suka sejarah, walau tak banyak candi-candi yang saya datangi. Alhamdulillah partisipasi masyarakat masih terlihat untuk menjaga candi ya Mbak?
Iya mbak Laily, alhamdulillah di candi ini masyarakat sekitar memang dilibatkan, sehingga ada rasa tanggung jawab juga dari penduduk utk ikut menjaga situs sejarah di wilayah mereka.
aku suka banget kalau jalan-jalan ke situs candi seperti ini. Rasanya jadi membayangkan gimana kehidupan beribu tahun sebelum kita. Gimana ya kalau aku hidup di jaman itu. Imajinasi langsung ke mana-mana haha
🙂 Apalagi klo candinya lagi sepi seperti waktu aku ke candi Sambisari ini mbak, serasa jadi ratu di zaman batu hehehee… Kita bebas foto sendiri di semua area tanpa terganggu & ada orang lain yg melihat.
Wah, jadi penasaran. Unik ya? Lokasinya di tengah perkampungan. Ini seperjuangan sendiri loh merawatnya. Di tengah kampung soalnya.
Unik memang, karena candinya di tengah kampung. Jadi di sekitar komplek candi banyak kendaraan yg lewat, karena menyatu dengan jalan kampung mbak 🙂
Menjaga cagar budaya memang PR tersendiri, kasian kalo anak-anak nggak kenal sejarahnya.
Betul, setuju mbak…
Jadi kenal Candi Sambisari, biasanya yg selalu melekat ya Candi Borobudur atau Prambanan. Hehe
Memang itu yg mendunia ya mbak. Padahal di sekitar Yogyakarta saja banyak sekali situs candi yg ternyata tak kalah cantiknya. Saya pun jadi tambah semangat ingin mengunjungi situs lainnya 🙂
Aku pernah kesini di siang hari bolong, puanasnyaaa hehehe tapi cantik sekali situs candi Sambisari ini 🙂
Kerennn, mbak Irene ternyata sudah pernah ke sini…
Iya mbak, klo ke sini sebaiknya pagi atau sore hari saat sunrise atau sunset, pemandangannya indah banget 🙂
Kok terlihat serem yo mbak, apa mungkin pengaruh peninggalan masa lalu kali ya 🙂
Semoga candi dan peningalan pra sejarah lain terjaga sehingga generasi penerus masih bisa menikmatinya .
Mungkin karena letaknya yg berada beberapa meter di bawah permukaan tanah, atau hasil editing fotoku yg agak gelap ya mas hehehee…
Udah lama nih aku gak jalan2 ke Candi,hihi. Mau lah kesana pas lagi ke Jogja. Soalnya Nisa tahunya cuma Candi Borobudur,Prambanan gitu.hehe.
Kuyy ke Jogjalah mbak, banyak tempat wisata lainnya yang juga murah meriah heheheeee….
Mau wisata ke candi sehari 3x juga dijamin gak bakalan bosan klo di sini.
Baru tahu tentang Candi Sambisari ini. Selama ini kenalnya cuma candi Prambanan dan Candi Borobudur saja. Ternyata ada banyak candi ya di Indonesia. Termasuk Candi Sambirasi ini dan memang sudah menjadi tugas kita untuk merawat candi-candi yang merupakan warisan budaya.
Semoga suatu saat bisa ke sini ya mbak Siska 🙂
Jawa Tengah ini memang banyak candi bertebaran ya mbak. Saya yg tgl di Kabupaten Semarang pun banyak sekali menemukan ada wisata candi, klo di sini yg terkenal candi Gedong Songo
Iya mbak Meykke, apalagi di kecamatan Kalasan, Yogya ini gudangnya candi 🙂
Candi Gedong Songo aku pernah denger juga deh, tapi belum pernah ke sana.
Semoga next time bisa ke kabupaten Semarang.
Duh, kudetnya saya. Kalau gak baca tulisan Bund Hastin ini, saya mah gak tahu Candi Sambisari.
Kapan-kapan kalau pas mampir ke rumah teman di Sleman, mau juga ahh ke Sambisari. Kondisinya cukup terawat dan itu cukup melegakan kita.
Alhamdulillah, candinya asri banget mbak. Bisa buat jalan-jalan, istirahat, olahraga, dan pastinya foto-foto.
Seneng aja liatnya karena suasananya familiar banget, serasa objek wisata milik sendiri heheheee…
Ditunggu kunjungannya ya mbak Tatiek 🙂
Sebelumnya, saya membayangkan kalau candi ini tidak dirawat dengan baik, salah satu sebabnya karena keberadaan candi ini yang kurang terkenal dibandingkan candi2 lainnya. Ternyata, saya salah besar. Terima kasih untuk pemerintah setempat dan instansi terkait yang telah berkontribusi dalam pemeliharaan cagar budaya ini. Semoga hal ini diikuti oleh masyarakat setempat serta para pengunjung yg datang ke tempat ini agar peninggalan sejarah tidak musnah dan anak cucu kita tetap bisa mengenal sejarah bangsanya.
Aamiin bun.. Yess setuju sekali dengan doa dan harapan baiknya. Semoga pemerintah & masyarakat terus bekerja sama melestarikan cagar budaya negara kita.
saya setahunan di Jogja tapi belum ke sini. bahkan namanya baru saya ketahui dari tulisan ini. indah sekali bangunannya meski kecil tapi terawat. area tamannya pun bersih sekali
Klo ada waktu senggang coba ke sini ya mbak. Tempatnya asri, apalagi klo musim hujan begini 🙂
Senang membaca ini, bahwa cagar budaya di tempat yang jarang dikunjungi terawat dan terjaga dengan baik. Ada beberapa tempat yang saya kunjungi kurang terawat, bahkan cenderung tidak terurus. Sayang banget ya? Salut sama pemerintah daerah sleman yang konsen menjaga cagar budaya di wilayahnya.