Rangkuman Tips Parenting tentang Gadget, P*rnografi, dan Pubertas

Ahhh… Alhamdulillah! Akhirnya kesampaian juga menulis tips parenting ini di blog. 😀 Iyaa, teman-teman. Jadi, sekitar 1 minggu yang lalu, saya menyempatkan diri ikut kelas parenting online yang diselenggarakan oleh Akademi Keluarga, Masjid Nurul Ashri, Deresan, Yogyakarta. Berawal dari menemukan iklan online tentang kelas ini di salah satu media sosial, saya langsung tertarik dengan beberapa pembicara yang—menurut saya—capable di bidangnya.

tips parenting
Kelas parenting Akademi Keluarga Nurul Ashri

Salah satu pembicara tersebut adalah Ibu Elly Risman, Psi. Sudah bukan rahasia lagi kalau beliau ini sangat aktif mengadakan kampanye pencegahan p*rnografi terhadap anak. Beberapa pesan dan tulisan beliau yang pernah saya baca tentang tips parenting, termasuk rusaknya otak generasi muda akibat kecanduan konten-konten dewasa merupakan “tamparan” besar bagi kita, para orang tua. 🙁

Yup, ke manakah kita selama ini? Sudahkah memberi ruang dan pikiran untuk anak-anak kita, yang sebenarnya tidak pernah minta dilahirkan? Sudahkah menyadari bahwa kenyataannya, kita lebih perhatian kepada “benda kecil berbentuk persegi panjang”, yang hampir 24 jam memberikan dunia baru, yang terkesan lebih seru?

Saya pun merasa banyak diingatkan dan jadi sering merasa bersalah ketika mengikuti kelas ini. Namun, merasa bersalah saja tidak cukup. Kita sangat butuh yang namanya ilmu agar dapat meneruskan beragam tips parenting yang baik dan benar kepada generasi selanjutnya.

Tips Parenting di Kelas Parenting Online Akademi Keluarga

Ada lima orang pembicara dengan bidang keahlian mereka masing-masing yang mengisi kelas parenting online ini. Selain karena pembicaranya, saya juga makin bersemangat karena ternyata biaya kelasnya tidak ditentukan, alias seikhlasnya.

Lo, kok bisa gitu? Iyaaa … karena kontribusi seikhlasnya dari para peserta digunakan untuk infak masjid Nurul Ashri. Masya Allah.

Kita bahas secara singkat kelasnya sejak hari pertama sampai kelima, yuk!

Hari Pertama

Kak Mumu hadir mengisahkan topik kecanduan gadget, khususnya kecanduan game online yang dahulu sempat membuatnya lupa makan, lupa tidur, bahkan lupa dengan dunia nyata. Ia mulai sadar dan berhenti setelah kedua orang tuanya meninggal.

Nah, haruskah anak kita menunggu orang tuanya enggak ada dulu baru menghentikan aktivitas berlebihan pada game dan gadget? Duhhh … naudzubillahi min dzalik, ya!

Setelah kedua orang tuanya meninggal, Kak Mumu baru sadar dan menggunakan kemampuannya bermain game online secara positif dengan mengikuti aneka kejuaraan. Bersamaan dengan itu, ia mulai berkolaborasi dengan banyak pihak untuk memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah tentang dampak negatif kecanduan game online bagi generasi muda.

Hari Kedua

Di hari kedua, hadir Ibu Elly Risman, Psi. dengan pemaparan beliau mengenai kecanduan p*rnografi. Sampai di sini, banyakkkk sekali ilmu dan referensi baru yang saya dapatkan. Dua jam kelas online yang berlangsung mulai pukul 8 hingga 10 malam sungguh tidak terasa karena materinya daging semua.

Sayangnya, beliau tidak mengizinkan rekaman ulang materinya disimpan sehingga para peserta harus siap sedia mencatat atau mendokumentasikan materi secara pribadi. Saya coba rangkum di bawah ini, ya.

Sebelum mulai mencari akar permasalahan mengapa anak kita bisa kecanduan p*rnografi, setiap keluarga harus melakukan evaluasi tentang:

  1. Berapa usia anak
  2. Apakah kedua orang tua bekerja? Kalau kedua orang tua bekerja, anak bersama siapa?
  3. Usia berapa mulai mengenal gadget? Apa alasan diberikan gadget? Apakah sepengetahuan pasangan?
  4. Sejauh mana kecanduannya? Apakah sudah sampai tahap tantrum?
  • P*rnografi merusak otak anak seperti bamper depan mobil yang menabrak sesuatu. Akibatnya, bamper depannya penyok. Artinya, ada penyusutan otak—menurut penelitian—sebesar 4,4 persen.

Apa fungsi otak yang penyok ini? Membuat perencanaan, mengendalikan emosi, memahami konsekuensi, dan mengambil keputusan.

Oh iya, otak depan ini baru benar-benar matang di usia 20 tahun. Jadi, bisa terbayang, ya, bagaimana jadinya kalau anak-anak dengan kondisi otak yang belum matang sampai kecanduan sesuatu yang belum boleh mereka lihat atau rasakan.

  • Terjadi banjir hormon dophamine di otak anak saat mereka melihat p*rnografi sehingga kehilangan kontrol diri. Ibarat mobil yang remnya blong, pengennya jalan terusss, enggak peduli harus tabrak sana-tabrak sini. 🙁

Aktivitas p*rnografi ini tidak berkaitan dengan kecerdasan otak, ya karena siapa saja bisa terpapar dan sulit dicegah kalau sudah kecanduan.

Yang menjadi TARGET UTAMA biasanya adalah anak laki-laki dan belum baligh. Catett!!!

  • Seorang ayah adalah penanggung jawab terbesar pengasuhan anak untuk mencegah kecanduan ini. Sayangnya, yang beraku di negara kita saat ini cenderung PENDEKATAN BUDAYA yang memaksimalkan peran ibu, bukan menerapkan PENDEKATAN AGAMA yang memaksimalkan peran ayah.

Pertanyannya, bagaimana apabila sosok ayah tidak ada karena kematian atau perceraian seperti saya? Tenangg … kita bisa, kok, menghadirkan sosok laki-laki dari pihak keluarga, seperti kakek, paman, atau orang lain yang dituakan dan bisa menjadi teladan bagi anak-anak. Bukankah Rasulullah Saw. dulu juga tumbuh dalam asuhan kakek dan paman beliau setelah kedua orang tuanya wafat? Telah ada contoh nyata yang dapat kita praktikkan, Alhamdulilah.

By the way busway … untuk pasangan yang terpisah jarak karena LDR-an, manfaatkan teknologi komunikasi di waktu-waktu tertentu anak membutuhkan perhatian, seperti ketika akan berangkat sekolah, atau di malam hari menjelang anak tidur.

  • Kehangatan dan kasih sayang dari orang tua saja tidak cukup. Anak tetap perlu PENGAWASAN.
  • Pusat di otak anak baru terbentuk mulai usia 7 tahun. Jadi, hindari pemberian gadget di bawah usia ini. *meskipun sulit pastinya
  • Perbanyak aktivitas fisik, bermain, dan berada di bawah sinar matahari minimal 30 menit setiap hari.
  • Last but not least, jadilah ibu yang bahagia agar dapat menyebarkan kebahagiaan kepada seluruh keluarga. Catettt!!
tips parenting elly risman
Tips parenting terbaik adalah seorang ibu WAJIB BAHAGIA

Masya Allah. Lengkap banget ‘kan, Bestie? Sampai pegal, lo, ngetiknya … heuuu ….

Hari Ketiga

Tema mengenai pubertas dibahas di hari ketiga bersama pemateri, Ustaz Dr. Faisal Sundani, Lc., M.Ed. Saya tertarik kepada pemaparan beliau mengenai banyaknya orang tua yang saat ini hanya berfokus kepada agama dan hafalan surah Al-Qur’an saja, tetapi tidak mengajarkan anak untuk siap sebagai “mukallaf”. Mukallaf adalah orang yang telah dewasa atau baligh.

Persiapan anak sebagai mukallaf harus dilakukan dari berbagai sisi, bukan hanya sisi s*ksual semata. Tahap perkembangan yang perlu diperhatikan adalah sisi spiritual, kecerdasan, fisik dan kesehatan, emosi, serta kecerdasan sosial. Duhh … tambah pusing enggak nih, Ayah Bunda? 😀

Yang menarik, ada peserta yang bertanya, bagaimana dengan tren orang tua saat ini yang memasukkan anaknya ke pondok pesantren setelah lulus SD, padahal anak belum mengalami tanda-tanda baligh?

Menurut Ustaz Faisal, pondok pesantren memang sangat baik sebagai filter untuk menghasilkan generasi beriman. Namun, umumnya, pengasuhan di pondok dilakukan oleh banyak tangan dan bersifat masal, bukan personal. Jadi, sebaiknya selesaikan dahulu masa baligh anak kita di tangan kita sendiri, baru lepaskan kalau dia sudah melewati masa-masa awal baligh-nya bersama kita.

Mendadak, saya ter ingat peristiwa 2 bulan lalu ketika mencarikan madrasah sanawiyah (setingkat SMP) untuk anak saya yang baru lulus SD. Ceritanya, dia pengen banget masuk MTs negeri yang menjadi madrasah percontohan di kabupaten kami (Sleman). Qadarullah, anak saya diharuskan boarding karena ada program baru yang mulai dibuka tahun ini di MTs tersebut.

Jujur, saya tidak merencanakan anak untuk mondok, tetapi dia langsung semangat ketika saya tanya jadi masuk situ enggak. Baiklah, biaya boarding akhirnya saya transfer, sambil masih bertanya-tanya dalam hati, apa iya saya sudah siap ditinggal mondok secepat ini? Apalagi, anak belum saya persiapkan untuk tinggal terpisah dalam jangka waktu lama.

Ternyataaaa … Allah memberi jawaban atas semua keraguan saya, Milea. Setelah kelar salat Magrib, ibu saya mendadak menangis sedih. Beliau bilang, belum siap ditinggal cucunya. Haishhhh … tambah galau, deh, saya. 😀 Akhirnya, saat itu juga, kami langsung berdiskusi memantapkan hati untuk memilih yang terbaik dengan tetap melibatkan anak . Hasilnya? Fix, anak saya enggak jadi mondok dulu, deh, untuk kemaslahatan bersama.

Saya langsung WA ke pengurus MTs mengabarkan pembatalan tersebut. Saya ikhlas kalau biaya boarding yang telanjur dibayar harus dipotong biaya administrasi. Selanjutnya gimana? Alhamdulillah, uang boarding qadarullah bisa kembali utuh dalam waktu 2×24 jam, tanpa potongan biaya sama sekali. Allah Swt. Yang Maha Baik telah mempertemukan saya dengan orang-orang yang sangat baik. Masya Allah.

Namun, setelah itu, saya masih sering merasa bersalah. Kerap timbul pertanyaan dan penyesalan di hati, apakah keputusan membatalkan anak boarding ini benar? Kenapa saya tidak membiarkan anak menemukan jalannya sendiri? Namun, lagi-lagi, setelah mendengar penuturan Ustaz Faisal di atas, saya merasa Allah Swt. sedang memberikan siraman air es yang mendinginkan dan sangat melegakan hati saya.

Ya … keputusan membatalkan anak boarding adalah jalan terbaik yang dipilihkan Allah untuk saya dan buah hati. Sungguh, Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk kita. Bukankah setiap orang memiliki jalannya masing-masing? Yang paling penting, kami sudah berusaha maksimal mencapai tujuan yang diinginkan. Hasilnya? Kita kembalikan kepada-Nya seutuhnya.

Hari Keempat

Nah, tema hari keempat ini menarik banget untuk para orang tua. Selama ini, saya belum punya gambaran jelas harus menjawab seperti apa ketika ditanya oleh anak perihal masalah s*ksualitas. Biasanya, sih, saya terangkan sedikit dengan bahasa yang enak, tetapi ngasih infonya sambil deg-degan karena takut salah jawab, kwkwkwk ….

Bersama pemateri Ferdiana Fachrudin, tema pendidikan s*ksualitas ini dibahas dengan cara yang menyenangkan. Apa saja poin-poinnya?

  • Lakukan pembahasan mengenai s*ksualitas ini sedini mungkin, tetapi sesuaikan dengan perkembangan usianya.
  • Hilangkan rasa tabu dengan mengomunikasikan secara tenang dan nyaman. Kalau kita deg-degan (kaum ibu nih biasanya :D), tarik napas dulu, baru lanjutkan lagi.
  • Akhiri pembahasan dengan norma agama dan nilai-nilai dalam keluarga. Pastinya, orang tua harus terus menambah ilmu untuk mengajarkan poin ketiga ini, ya.
  • Sering-seringlah bercerita kepada anak tentang kisah masa kecil dan remaja kita agar anak-anak tahu bahwa kita juga pernah mengalami masa-masa yang mereka rasakan.
  • Khusus untuk siapa pun yang pernah mengalami pelecehan s*ksual, WAJIB hukumnya melakukan terapi ke psikolog atau psikiater, ya, karena trauma ini bisa muncul sewaktu-waktu tanpa diduga. Mungkin saat ini belum terlihat traumanya, tetapi bisa jadi muncul di masa depan dan memengaruhi kehidupan kita.

Hari Kelima

Akhirnyaa … sampai juga kita di hari terakhir kelas online. Materi hari kelima mengenai potensi anak disampaikan oleh Muhammad Firman, pendidik di salah satu sekolah alam. Beliau menyoroti pentingnya mengenali dan mendukung minat yang dimiliki seorang anak sedini mungkin.

Prinsipnya, setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing. Ada yang optimal di otak kirinya, ada yang cenderung menggunakan otak kanan, dan ada pula yang fungsi otak kanan kirinya cukup seimbang. Memaksa anak melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai akan menyebabkan anak tertekan dan tidak nyaman menjalani hari-harinya.

Menurut beliau, ada lima tanggung jawab seorang anak yang harus diajarkan sejak dini:

  1. Tanggung jawab kepada Sang Pencipta.
  2. Tanggung jawab kepada orang tua.
  3. Tanggung jawab kepada diri sendiri.
  4. Tanggung jawab kepada masyarakat.
  5. Tanggung jawab kepada alam sekitar.

Beliau menambahkan, saat ini bekerja bisa dilakukan secara hybrid dari mana saja. Jadi, orang tua sebaiknya mengutamakan fokusnya untuk pendampingan tumbuh kembang anak, bukan hanya sibuk bekerja. Apalagi, sekarang rawan terjadi pem-bully-an di mana-mana, bukan?

Miris rasanya setiap kali membaca berita tentang anak usia SD yang beramai-ramai memvideokan dan mem-bully teman-teman mereka sendiri tanpa rasa belas kasihan, apalagi ditambah dengan banyaknya kasus video p*rno dari anak-anak di bawah umur. Sungguh, kiamat seolah-olah sudah dekat. 🙁

Semoga anak-anak kita selalu dilindungi dan terhindar dari lingkungan yang tidak kondusif. Kita pun sebagai orang tua selalu bahagia mendampingi anak dan terus belajar tiada henti, tanpa pernah merasa gengsi.

Teman-teman punya pengalaman seru dan tips parenting lainnya saat membersamai tumbuh kembang anak, terutama berkaitan dengan masalah kecanduan gadget, p*rnografi, dan masalah pubertas seperti di atas? Bolehhh banget sharing di kolom komentar, yaa …. Semoga ada manfaatnya untuk kita semua. Mangatsss!!

Baca Juga

Spread the love

16 thoughts on “Rangkuman Tips Parenting tentang Gadget, P*rnografi, dan Pubertas”

  1. Masya Allah tabarakallah ❤️ rangkuman nya dagienks sekali emang gak. Mudah menghindarkan anak dari gadget, kita ga ngasih eh neneknya dan ponakan ngasih abis gitu kalo anak minta kita yang tanggung jawab hadeuhhh tp alhamdulillah mba sejak sekolah, anak jadi baik, beradab, bersosialisasi dan happy. Mainnya sekarang bukan hape, tp menggambar, baca buku, sepeda, ngaji, jalan-jalan… Klo minta game boleh tp dibatasi banget misalnya jumat sabtu itu juga berapa menit doang

    Reply
  2. Tantangan menjadi orang tua jaman sekarang ini besar banget ya mbak. Walau begitu berbahagialah bagi para orang tua yang sudah dikaruniai anak. Memang sekarang belajar ilmu parenting itu sama pentingnya dengan belajar ilmu lainnya karena demi masa depan anak yang lebih baik

    Reply
  3. topik ini memang sedari dini sudah harus dibahas bersama anak ya, tentunya dengan bahasa sederhana yang lebih mudah dimengerti anak.
    naahh yang boarding nih, saya tuh salut dengan para ortu yang iklhas melepas anaknya masuk pondok gitu padahal baru lulus SD, saya sendiri sih rasanya belum bisa jauhan ama anak-anak walau tiap hari emaknya harus konser gegara mereka bawel.

    Reply
  4. Banyak ilmunya banget ya ikut kelas parenting, Mba. Soal kekerasan seksual aku agak ngeri karena anakku cewek dan masih kecil lagi. Kalu game si dia gak terlalu main, bahkan megang hp juga kalau sudah bosan dimatiin. Cuma kekerasan seksual edukasinya penuh perjuangan apalagi anak lima tahun yang belum mengerti banyak.

    Reply
  5. Nara sumber yang luar biasa dan menambah wawasanku walaupun anakku sdh usia 20 th. Memang edukasi seperti ini harus terus digaungkan agar orang tua dapat terus membersamai anak dengan maksimal

    Reply
  6. Tantangan Kita membesarkan anak di era digital cukup banyak ya Mba. Duh, saya kadang suka sebel kalau anak terus-terusan Liat tabletnya. Dulu dibeliin soalnya buat belajar online niatnya, eh malah dia jadi tahu sendiri game online. Setelah ini memang saya super tegas minta dia berhenti, ya memang minta dia berhenti berarti saya harus mikirin aktivitas apa sebagai penggantinya biar dia engga balik lagi ke tabletnya. Duh maaf jadi curhat ya Mamah Hastin …

    Reply
    • Nah, iyaa… Kalau pengen lepas gadget berarti harus banyakin aktivitas fisik ya, Mbak.
      Aku pun awalnya membatasi gadget, ehh apa daya, sekarang kurikulum Merdeka malah mengharuskan pakai gadget, hihihiii.. Jadi kudu pinter-pinter mengawasi dan membatasi waktu screen time.

      Reply
  7. Wah terima kasih Mbak sudab sharing tips parentingnya. Sempat lihat iklannya juga ini dan rencana mau ikutan tapi eh malah kelupaan. Untung dishare di sini meski cuma garis besarnya saja tapi bermanfaat sekali dan jadi reminder juga buat saya pribadi sebagai orang tua dalam mengasuh anak

    Reply

Leave a Reply to Lia Yuliani Cancel reply